Jumat, 02 Mei 2008

Laporan Perjalanan I

Arung Sejarah Bahari III

Membangun Kembali Peradaban Bahari Dengan Menjelajahi Pusat Perdagangan Rempah-Rempah Nusantara “

Maluku Utara: Ternate, Tidore, Jailolo, Bacan ; 20-25 April 2008

Nusantara terkenal sebagai wilayah yang didominasi oleh laut, sekitar 80% dari wilayah negeri ini terdiri dari lautan baik besar maupun kecil yang menjadi penghubung antar pulau-pulau di Nusantara. Laut menjadi bagian yang penting dari suatu proses integrasi menjadi sebuah bangsa, karena itulah semangat kebaharian dan perspektif yang luas mengenai laut perlu dikembangkan. Berangkat dari dasar pemikiran itu maka diadakanlah kegiatan Arung Sejarah Bahari (AJARI), yang merupakan bentuk kerjasama sinergis antara Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala dengan Departemen Pendidikan Nasional.

Kegiatan AJARI telah memasuki tahun ketiga pelaksanaannya, dengan mengangkat tema “Membangun Kembali Peradaban Bahari Dengan Menjelajahi Pusat Perdagangan Rempah-Rempah Nusantara” ,AJARI III berkegiatan mengunjungi Provinsi Maluku Utara selama 6 hari dari tanggal 20 hingga 25 april 2008. Sebanyak 94 peserta yang merupakan mahasiswa terbaik dari seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua, turut serta mengikuti kegiatan ini sebagai wakil dari fakultas atau universitas masing-masing. Sebagai persyaratan keikutsertaan setiap peserta haruslah mahasiswa terbaik dengan IPK minimal 3 dan membawa makalah serta poster sesuai tema kegiatan.

Maluku Kie Raha atau sebutan untuk 4 kerajaan Islam terbesar di wilayah Maluku Utara; Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan adalah tujuan penjelajahan kami dalam kegiatan kali ini. Sejarah kejayaan maritim di Maluku dan perdagangan rempah-rempahnya sudah seperti 2 sisi mata uang, Maluku terkenal sebagai pulau yang menjadi pusat penghasil rempah-rempah Nusantara terutama cengkeh dan pala, dan juga merupakan wilayah kerajaan maritim yang kuat, kedua kondisi ini saling mempengaruhi satu sama lain.

Selama 5 hari kami seluruh peserta berkesempatan mengunjungi sejumlah tempat wisata sejarah di keempat pulau tersebut, mulai dari benteng-benteng sisa pendudukan bangsa Eropa hingga masjid dan keraton Sultan dari kerajaan-kerajaan Maluku Kie Raha. Kegiatan kami tidak hanya berbentuk wisata sejarah, sisi intelektualitas kami sebagai mahasiswa pun disentuh lewat berbagai bentuk diskusi yang disampaikan baik oleh para ahli atau professional dalam bidang sejarah,potensi perikanan, dan potensi pertanian maupun oleh para pejabat daerah setempat mengenai potensi daerah-daerah di wilayah provinsi Maluku Utara. Selain itu kegiatan ini semakin menarik dengan adanya lomba poster dan makalah sesuai tema kegiatan, quiz dunia kebaharian, dan pemilihan ratu serta raja bahari.

Seluruh peserta dari wilayah Indonesia barat dan sebagian Indonesia tengah berkumpul di Jakarta pada hari minggu untuk kemudian berangkat bersama-sama keesokan harinya menuju Ternate. Sedangkan peserta dari wilayah timur akan langsung menuju Ternate. Penerbangan dari Jakarta ke Ternate cukup melelahkan karena kami harus menunggu pesawat ke Ternate yang di delay selama 4 jam saat transit di Makassar. Kelelahan dalam perjalanan pun ternyata terbayarkan karena setibanya di atas perairan Maluku Utara, dari atas pesawat saya sudah dibuat terkagum-kagum akan keindahan alamnya. Gunung Gamalama yang menjulang anggun, ditambah lagi pemandangan laut lepas serta hamparan pulau-pulau besar dan kecil yang menggugus kedalam wilayah Maluku Utara. Kekaguman saya rasanya tidak segera berhenti karena setibanya di Bandara Sultan Baabullah- Ternate, rombongan kami ternyata sudah disambut oleh pemerintah setempat dengan tarian adat Soya-Soya, yaitu tarian adat yang memang dimaksudkan untuk menyambut para tamu yang baru pertama kali tiba di Ternate.

Rombongan kemudian menuju penginapan yaitu Balai Latihan Kerja Ternate, dimana disana sudah menunggu para peserta yang datang dari wilayah timur, seperti Papua, Ambon, Manado, Mataram,Makassar, Bali, dan Maluku Utara sendiri. Setelah saling berkenalan dan beristirahat sebentar semua rombongan AJARI III bersiap mengenakan pakaian batik rapi untuk mengikuti kegiatan malam pembukaan acara AJARI III di ballroom Hotel Amara, hotel terbesar di Ternate. Pembukaan acara itu dilakukan oleh wakil dari gubernur Maluku Utara, pihak Depdiknas, dan panitia acara AJARI III. Acara dibuka secara simbolis dengan pemasangan atribut AJARI III berupa vest, ransel, topi dan nametag kepada wakil peserta dari barat, tengah, dan timur wilayah Indonesia. Acara makan malam mengiringi kegiatan malam itu, disanalah kami para peserta berkesempatan untuk lebih saling mengenal. Kemudian acara dilanjutkan dengan kegiatan diskusi tentang potensi agraris, potensi ekonomi dan sejarah perdagangan rempah-rempah di Maluku yang dibawakan oleh para ahli dalam bidang-bidang tersebut.

Di hari kedua kami berangkat dari pelabuhan Ahmad Yani Ternate menuju Pelabuhan Babang di Pulau Bacan dengan kapal “HALSEL Express”, yaitu sebuah bentuk moda transportasi laut sebagai alat transportasi antar pulau di Maluku Utara yang disediakan oleh perusahaan daerah Kabupaten Halmahera. Perjalanan ke Pulau Bacan ternyata sangat lama, tapi selama perjalanan agenda kegiatan kami diisi oleh penjelasan tentang kapal perang TNI dari seorang DANLANAL Ternate, Kapten laut Darwanto; cerita tentang Pulau Makean dari Bapak Rustam, dan Penayangan profil Kabupaten Halamahera Selatan dari seorang professional di bidang bisnis yang bekerja untuk perusahaan daerah Halmahera Selatan.

Sesampainya di Pulau Bacan, tepatnya di Pelabuhan Babang, kami lagi-lagi disambut oleh tarian adat kali ini adalah tarian Cakalele yang dibawakan oleh sejumlah anak-anak kecil laki-laki dan perempuan seumuran SD. Kedatangan kami di Pulau Bacan tidak hanya disambut oleh para penari cilik tersebut tapi juga disambut oleh pejabat daerah setempat, dan tidak lupa disambut oleh teriknya matahari Pulau Bacan yang sangat menyengat. Setelah terlebih dahulu dijamu makan siang di Pendopo Bupati Bacan kami melanjutkan wisata ke tempat-tempat bersejarah di Pulau Bacan yaitu Masjid Sultan Bacan, Keraton Sultan Bacan, Benteng Bernaveld dan Rumah Putih.

Malam hari di Pulau Bacan kami kembali melakukan acara diskusi dengan Bupati Halmahera Selatan, Bapak Muhammad Kasuba, mengenai potensi daerahnya, pelayanan public yang disediakan pemerintah untuk masyarakat, strategi pembangunan wilayah Halmahera Selatan, serta bagaimana wilayah HalSel menghadapi kemandirian daerahnya dimasa depan. Acara diskusi malam itu ditutup dengan sebuah tarian asal Pulau Makean yaitu Tari Pergaulan, yang dibawakan oleh 3 pasang muda-mudi dengan diiringi music dan nyanyian tradisional.

Berdasarkan cerita-cerita dari anak2 cowok, ternyata mereka sempat mandi di laut di pulau bacan. Ada adegan bugil-bugilan gitu dan saya sendiri sempat lihat fotonya dari Edy. hahahaha... ternyata vulgar juga, mau diposting disini gak foto2nya?

cerita berlanjut....

1 komentar:

Princess_Kirara mengatakan...

Ohya,q tau adegan syur para cow-ok (sapi ok?) itu. Lha q bawa handycam og. Sempet terpikir mau bikin video 'panas'(maklum,P. Bacan kan emang hot bgt),tapi g jadi,gak ade gunanye,gak menjual sich..hehe..tapi diem2 panitia ada yang mau lho !